Mengadu Nasib di Ibu Kota
BERITA UNIK

Mengadu Nasib di Ibu Kota

TaipanQQ LoungeMengadu Nasib di Ibu Kota Berbekal ijazah SMK-Perkebunan, Ibi nekad mengadu nasib di Jakarta. Usianya kala itu baru 19 tahun. Sempat menjajal bangku kuliah satu semester di Garut, Jawa Barat.

Namun godaan untuk merantau ke Jakarta begitu besar.

Nekat. Dia putuskan hijrah ke ibu kota. Mencari pekerjaan agar bisa menghasilkan uang. Berharap bisa mengubah nasib dan sukses di kota besar. Seperti impiannya.

Awal tahun 2018, Ibi pindah ke Jakarta. Belum tahu akan kerja apa dan di mana. “Berangkat saja, urusan kerja bagaimana nanti,” kata Ibi saat berbincang dengan merdeka.com akhir pekan lalu.

Di Jakarta dia tinggal bersama saudara. Kebetulan dia punya beberapa saudara yang tinggal di Jakarta. Bulan pertama dia habiskan waktu di rumah. Masih beradaptasi dengan lingkungan.

Ibi mengaku sulit mendapat pekerjaan di Jakarta. Apalagi berijazah SMK jurusan perkebunan. Sambil berkenalan dengan orang sekitaran rumah. Barangkali ada informasi lowongan pekerjaan.

Menjelang bulan puasa, sebuah tawaran kerjaan datang. Dari salah seorang kerabatnya. Jadi pelayan sebuah hotel di Jakarta selama bulan ramadan.

Tanpa pikir panjang, tawaran itu langsung diambil. Sebab dia merasa sudah bosan hidup luntang-lantung tak punya pendapatan.

Sebagai anak baru, Ibi selalu mendapatkan shif malam. Bekerja dari jam 11 malam hingga jam 7 pagi.

Tugasnya memang untuk menyiapkan makanan sahur bagi tamu-tamu hotel yang menginap selama bulan ramadan. “Jadi berangkat jam 10 malam, pulangnya jam 8 pagi,” kata Ibi.

Pekerjaan itu hanya berlangsung selama satu bulan. Gajinya dibayar tiap dua minggu. Usai lebaran dia kembali jadi pengangguran.

Namun, tak sampai dua bulan, dia kembali mendapat panggilan. Bekerja sebagai pelayan restoran di hotel yang sama. Poker Online

Kali ini dia tak hanya jadi pelayan restoran. Dia mulai dilatih menjadi barista. Meracik kopi untuk para tamu. Sesekali dia juga ditugaskan di area kolam renang sebagai guide.

Meski bekerja di hotel berbintang, namun upah yang diterima nyatanya jauh dari kata cukup. Gajinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di Jakarta.

DIBACA JUGA : Berapa lama ideal berpacaran sebelum ke jenjang pernikahan?

Beruntung dia tak perlu sewa tempat tinggal. Hanya ikut patungan bayar listrik di rumah tempat dia tinggal.

Lewat pergaulan dia kembali mencari informasi lowongan pekerjaan. Rata-rata lowongan kerja yang didapat untuk jadi office boy atau cleaning service.

Ibi merasa dua jenis pekerjaan itu tidak cocok untuknya. Dia lebih baik mempertahankan pekerjaannya saat ini meski upahnya tak seberapa.

Mengadu Nasib di Ibu Kota – Satu tahun berselang, akhirnya Ibi memutuskan untuk keluar. Dia merasa sudah cukup bekerja di sana.

Tak ada peningkatan pendapatan dan status kerja yang jelas.

Pikirnya, untuk mendapatkan pekerjaan dan gaji yang layak harus berijazah minimal S1. Dia putuskan jadi pengemudi ojek online, sambil melanjutkan pendidikan.

Menjadi pengemudi ojek online nyatanya tidak mudah. Meski waktu kerja lebih fleksibel tapi dia kesulitan membagi waktu dengan kuliah yang tengah dijalani.

Upaya mencari pekerjaan baru pun masih sulit. Sampai akhirnya dia putuskan untuk fokus kembali kuliah. Untuk biaya kali ini dia masih mengandalkan kiriman orangtua.

Dalam sepekan, dia kuliah hanya dua hari, Sabtu dan Minggu. Dia sengaja mengambil kelas karyawan karena ingin kembali bekerja. TaipanQQ

Sementara menunggu panggilan kerja, Ibi pernah ikut pelatihan wirausaha selama satu bulan dari Dinas Sosial.

Setelah itu dia coba-coba berjualan es susu kedelai di rumah. Namun nyatanya itu masih belum membuahkan hasil.

Kini usai lebaran dia kembali mencari pekerjaan baru. “Sekarang saya kuliah aja, pengen sih cari kerja, tapi masih bingung mau kerja apa lagi,” ujar dia.

Dia mengaku saat ini masih mengandalkan uang kiriman dari orang tua. Baik untuk kebutuhan sehari-hari atau biaya kuliah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *