TAIPANQQ– 5 Alasan Korban Ghosting Lebih Susah Move On, Dalam era kencan modern saat ini, sayangnya ghosting atau tindakan menghilang secara tiba-tiba sayangnya cukup marak di lakukan. Tak hanya dalam hubungan tanpa status saja, tindakan ini juga bisa terjadi dalam hubungan romantis resmi sekalipun.
Jika di kutip dari laman Verywell Mind, terdapat beberapa penyebab seseorang melakukan ghosting. Di antaranya, mempunyai rasa insecure, takut akan konflik, ataupun memiliki ketidakmampuan dalam mengomunikasikan perasaan.

Tidak adanya penutupan hubungan
Tindakan ghosting nyatanya lebih menyakitkan ketimbang putus cinta. Pasalnya, putus cinta meski menimbulkan rasa sakit, tetapi memiliki kejelasan mengenai closure atau penutupan hubungan. Oleh karenanya, masing-masing pasangan bisa mulai memulihkan luka dan melanjutkan kehidupannya.
Namun, tidak demikian halnya dengan korban ghosting. Penutupan yang tidak di berikan oleh pelaku pada akhirnya memunculkan ketidakpastian. Mereka pun jadi kebingungan, apakah hubungan tersebut sebetulnya masih berpotensi untuk dilanjutkan, atau memang sudah benar-benar berakhir.
5 Alasan Korban Ghosting Lebih Susah Move On
Terlukanya harga diri
Alasan korban ghosting lebih susah move on yang kedua adalah terlukanya harga diri.
Yup, tindakan pengabaian yang di lakukan pelaku ghosting dapat mengakibatkan perasaan tidak penting ataupun tidak di inginkan, yang membuat harga diri korban terluka. Korban juga cenderung mempertanyakan kelayakan diri mereka dalam sebuah hubungan romantis.
Munculnya emosi intens yang sulit untuk diproses
Faktanya, ketika seseorang di tinggalkan secara tiba-tiba tanpa adanya penjelasan, akan memunculkan gelombang emosi intens yang sulit untuk diproses. Entah itu kebingungan, kemarahan, kesedihan, maupun kehilangan.
Bahkan, kejadian ini juga rentan menimbulkan masalah kecemasan, yang dapat berdampak signifikan kepada kehidupan korban ghosting. Alhasil, korban pun jadi lebih sulit untuk melangkah maju.
Memicu masalah kemelekatan yang di miliki korban
Attachment style atau gaya kemelekatan terbentuk ketika seseorang mempunyai figur orang tua atau pengasuh yang tidak konsisten atau mengabaikannya, baik secara fisik maupun emosional di masa kanak-kanak. Akibatnya, ia mungkin memiliki attachment style cemas dengan pasangannya ketika beranjak dewasa. Ia rentan merasakan kecemasan berlebihan tentang hubungan asmaranya, maupun ketakutan berlebihan akan di tinggalkan oleh pasangannya.
Masih menyimpan harapan untuk mendapatkan penjelasan
Bagi beberapa korban ghosting, mereka masih menyimpan harapan bahwa si pelaku akan kembali menghubungi, menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, ataupun meminta maaf. Hal ini bisa terjadi berhari-hari, bahkan berbulan-bulan lamanya.
Harapan palsu yang terus di pegang oleh korban ghosting tersebut bakal mengakibatkan mereka semakin sulit menyembuhkan diri dan move on dari kejadian tersebut.
SUMBER : TAIPANQLOUNGE