5 Fakta Unik Papeda Papua Hutan adalah pasar bagi masyarakat Papua untuk belanja bahan pangan tanpa perlu mengeluarkan uang. Begitulah motto yang di pegang oleh Charles Toto alias Chato yang di kenal dengan sebutan Jungle Chef. Apa yang ia ungkapkan tidak berlebihan. Masyarakat Papua memang bisa mendapatkan kebutuhan harian dari hutan, termasuk makanan pokok, lauk, dan sayur.
“Mereka yang tinggal di kampung tidak banyak mengalami sakit seperti masyarakat di kota, karena mereka mengonsumsi apa yang sudah ada di hutan.
Filosofi di meja makan
5 Fakta Unik Papeda Papua Saat satu keluarga menggunakan helai dan makan papeda dari satu hote yang sama, saat itulah papeda menyimpan makna yang dalam. Helai adalah peralatan makan tradisional dari kayu untuk menyajikan papeda, sedangkan hote adalah piring kayu untuk menyantap papeda.
Masyarakat Sentani menyebut tradisi makan papeda dari satu piring yang sama dalam satu keluarga sebagai “helai mbai hote mbai”. Mbai berarti satu.
Filosofinya, makan dalam satu keluarga menyimpan cerita untuk masa depan anak dan cucu. Karena, acara makan bersama yang menandai ikatan kekeluargaan itu menjadi ruang diskusi antara ayah, ibu, dan anak, serta menjadi ruang kecil untuk bermusyawarah.
Cara mengambil papeda: di gulung
Karena teksturnya serupa lem, mentransfer papeda dari wadah ke piring makan nyaris tak mungkin di lakukan dengan sendok besar sekalipun. Mengambil papeda perlu trik tersendiri. Di acara adat Papua, alat mengambil yang wajib di gunakan adalah hiloi, serupa garpu besar. Tapi, garpu biasa kini sudah sering di gunakan di rumah tangga.
Cara mengambilnya, genggam dua garpu masing-masing di tangan kiri dan kanan, benamkan kedua garpu ke papeda, tarik garpu ke atas dengan posisi horizontal, lalu gulung papeda di garpu kiri dan kanan, hingga membentuk gumpalan agak besar, letakkan ke piring. Ada yang menggulungnya ke arah dalam, ada yang ke arah luar. Arah menggulung ini bisa menunjukkan asal daerah seseorang.
Buat papeda sendiri menggunakan sagu yang di beli di supermarket
Ingin coba membuat papeda? Gunakan saja tepung sagu yang di jual di supermarket. Tapi, untuk membuat papeda yang kualitasnya menyamai papeda Papua, Chef Chato memberi trik.
“Sebelum di masak, rendam dahulu tepung sagu di dalam air bersih selama kurang lebih 15 menit. Ambil pati yang mengendap, campur dengan air untuk dibuat papeda. Teksturnya akan sama dengan papeda di Papua,” kata Chef Chato, yang kerap masuk ke hutan dengan membawa peralatan masak sangat minimal.
lontong
kerap kita lihat umumnya berupa bubur. Tapi, ternyata ada, lho, papeda yang bentuknya seperti lontong. Namanya papeda bungkus. Proses pembuatannya seperti papeda biasa.
Setelah matang, papeda di bungkus daun pisang atau daun fotovea (dalam bahasa Sentani di sebut waibu). Uniknya, daun waibu tersedia di alam dalam dua varian warna, yaitu merah hati dan hijau. Daun pisang dan fotovea berperan sebagai penambah aroma, sehingga papeda bungkus menebarkan aroma yang khas. Yang ‘ajaib’, daya simpan papeda bungkus ini bisa sampai satu bulan!
berbumbu kaldu
Papeda tradisional rasanya plain karena campurannya hanya sagu, air jeruk (sebagai pengental), dan air. Yang menambah rasa adalah lauk dan sayur yang mendampinginya. Tapi, seperti nasi uduk yang berbumbu, rupanya ada pula papeda yang di beri bumbu. Namun, kalau sudah di bumbui namanya bukan lagi papeda, melainkan sinole.
Sebelum di masak, sagu di keringkan dahulu dengan cara di sangrai hingga mengeluarkan aroma asap yang sedap. Kemudian, sagu di masak dalam kaldu ikan atau kaldu daging yang sudah di masak selama 2-3 hari agar rasanya intens, sambil terus di aduk hingga mengental. Ketika sinole matang, tinggal di santap saja, tak perlu di temani lauk, karena di dalamnya sudah ada potongan-potongan ikan.
Baca Juga : Zodiak yang Punya Penggemar Rahasia
SITUS JUDI ONLINE TERBAIK SE=ASIA