Tradisi kuping panjang
Asal Usul Tradisi Suku Dayak Orang-orang suku Dayak, memiliki tradisi yang cukup unik yaitu memanjangkan telinganya. Tradisi ini, hanya di lakukan oleh perempuan Dayak yang berada di Kalimantan timur. Ada sebuah anggapan ketika seorang perempuan Dayak memiliki telinga panjang, maka ia akan terlihat semakin cantik.
Oleh karena itu, banyak perempuan Dayak yang memanjangkan telinga karena semakin panjang, maka akan semakin terlihat cantik.
Selain karena kecantikan, memanjangkan kuping juga di sebut sebagai tradisi untuk menunjukan status kebangsawanan serta melatih kesabaran. Untuk memanjangkan telinga, perempuan suku Dayak biasanya menggunakan logam sebagai pemberat yang di taruh di bawah telinga atau tempat memasang anting-anting.
Bagi perempuan Dayak, mereka di perbolehkan untuk memanjangkan telinga hingga dada. Sedangkan laki-laki Dayak di perbolehkan memanjangkan telinga hingga mencapai bawah dagu.
Tato
Asal Usul Tradisi Suku Dayak Tradisi kedua dari masyarakat suku Dayak ialah tato yang menjadi simbol dari kekuatan serta hubungan mereka dengan Tuhan, perjalanan kehidupan, dan lain sebagainya. Hingga kini, tradisi tato masih di miliki dan di lakukan oleh masyarakat suku Dayak.
Menggambar tato, tidak hanya di lakukan oleh laki-laki saja, akan tetapi juga perempuan Dayak. Proses pembuatan tato yang di lakukan oleh masyarakat suku Dayak pun terkenal. Sebab, mereka masih menggunakan peralatan sederhana, di mana orang yang akan di tato hanya akan menggigit kain sebagai pereda sakit dan tubuhnya akan di pahat menggunakan alat tradisional.
Gambar tato yang di lukiskan di badan masyarakat suku Dayak juga tidak sembarangan. Setiap gambar memiliki makna tersendiri. Contohnya seperti tato bunga terong yang ada pada laki-laki Dayak, bunga terong menggambarkan bahwa laki-laki tersebut telah memasuki tahap dewasa. Sedangkan bagi perempuan Dayak, untuk menandakan kedewasaan, maka ia akan mendapatkan tato Tedak Kassa yang di gambar di kaki.
Ngayau atau berburu kepala
Ngayau atau berburu kepala merupakan salah satu tradisi yang di miliki oleh masyarakat suku Dayak dan telah di hentikan saat ini. Alasanya, karena tradisi ini cukup mengerikan dan mengancam nyawa seseorang.
Ngayau merupakan tradisi di mana seseorang dari suku Dayak akan berburu kepala musuhnya. Tradisi ngayau ini hanya di lakukan oleh beberapa rumpun Dayak saja, yaitu Ngaju, Iban, serta Kenyah.
Tradisi berburu kepala ini merupakan tradisi yang penuh dendam. Sebab, seorang anak akan memburu keluarga dari pembunuh ayahnya dan mengambil kepala dan membawa kepala tersebut ke rumah. Tradisi ini di tanamkan secara turun temurun.
Berburu kepala harus di lakukan oleh pemuda Dayak sebagai wujud pembuktian, bahwa ia mampu membanggakan keluarganya dan menyandang gelar Bujang Berani. Tidak hanya itu, ngayau menjadi syarat agar para pemuda Dayak dapat menikahi gadis pilihannya. Perburuan kepala, tidak di lakukan sendirian akan tetapi dalam sebuah kelompok kecil ataupun besar.
Akan tetapi pada tahun 1874, kepala suku Dayak Khayan kemudian mengumpulkan para kepala suku dari rumpun lainnya dan menyepakati hasil musyawarah Tumbang Anoi. Hasil musyawarah tersebut berisi larangan untuk melaksanakan tradisi ngayau, karena dapat menyebabkan perselisihan di antara suku Dayak.
Tiwah
Tradisi suku Dayak selanjutnya ialah Tiwah, Tiwah merupakan upacara pemakaman yang di lakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju, di mana mereka akan membakar tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dunia.
Menurut kepercayaan Kaharingan, tradisi Dayah Tiwah, di percaya mampu mengantarkan arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau di sebut pula dengan nama Lewu Tatau.
Ketika melaksanakan tradisi Twiah, biasanya keluarga yang di tinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah, hanya di lakukan secara simbolis sehingga tidak semua tulang jenazah akan ikut di bakar dalam upacara Tiwah.
Manajah antang
Tradisi dari suku Dayak selanjutnya ialah manjah antang, tradisi ini merupakan suatu ritual untuk mencari di mana musuh berada ketika berperang. Menurut cerita masyarakat Dayak, ritual manajah antang merupakan ritual pemanggilan roh leluhur dengan burung Antang, di mana burung tersebut di percaya mampu memberitahukan lokasi musuh. Selain di pakai ketika berperang, tradisi manajah antang pun di pakai untuk mencari petunjuk-petunjuk lainnya.
Mantat Tu’Mate
Seperti halnya Tiwah, tradisi mantat tu’mate merupakan tradisi untuk mengantarkan orang yang baru saja meninggal dunia. Namun mantat tu’mate berbeda dengan Tiwah. Sebab, mantat tu’mate di lakukan selama tujuh hari dengan konten acara iring-iringan musik serta tari tradisional. Setelah upacara selama tujuh hari selesai, barulah jenazah kemudian akan di makamkan.
SITUS KARTU ONLINE TERBAIK & TERPERCAYA SE-ASIA
Baca juga: Pemain Top yang Masih Mungkin Berganti Klub pada Musim Panas 2022.