TAIPANQQ – Fungsi Vaksin COVID-19 Membuat Antibodi ? Yuk Cek Faktanya
Dalam waktu setahun, Fungsi Vaksin COVID-19 sudah dibuat dan disebarluaskan untuk populasi dunia sebagai upaya untuk menghentikan pandemik COVID-19.
Layaknya vaksin lainnya, Fungsi Vaksin COVID-19 diharapkan dapat mempersiapkan tubuh dalam menghadapi invasi virus corona SARS-CoV-2 dan varian-variannya. Akan tetapi, vaksin memang tidak 100 persen melindungi penerimanya. Poker Online
Dalam diskusi bertajuk “Blak-blakan Soal Benarkah Vaksinasi Bertujuan Bentuk Antibodi?” pada Selasa (21/09/2021), inilah ulasan mengenai vaksinasi COVID-19 dan kebutuhan dosis ketiga atau booster.
Apa yang terjadi saat kita divaksinasi?
Berbicara via Zoom, Kepala Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Universitas Andalas, Padang, yang juga Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), Dr. dr. Andani Eka Putra, M.Sc., menjelaskan cara Fungsi Vaksin COVID-19 dalam tubuh. Ia memaparkan bahwa ada beberapa vaksin yang umum digunakan, yaitu:
- Virus atau bakteri yang dimatikan atau inactivated
- Protein virus atau bakteri
- Komponen materi genetik virus atau bakteri
- Virus-like particle (VLP) atau komponen kosong virus
Lalu, APC memperkenalkan vaksin kepada sistem imun sejati atau adaptive.
Sistem imun adaptive terdiri dari dua, yaitu sel B dan sel T. Kemudian, setelah perkenalan oleh APC tersebut, maka terjadi aktivasi sel B dan sel T. Sel T akan menghasilkan dua komponen: T memory dan effector, sementara sel B juga menghasilkan B memory dan effector.
Sel T dan B effector berguna untuk mengeliminasi partikel vaksin dan merusak sel-sel yang terinfeksi. Kalau sel B menghasilkan antibodi yang menangkap komponen vaksin yang tereliminasi oleh effector, sehingga tidak menempel ke reseptor sel inang. Seluruh proses ini kira-kira butuh waktu selama 7 hari.
“Kalau kita menilai efektivitas vaksin, nilailah dari antibodinya, lalu dari aktivitas sel T,” ujar Dr. Andani.
Memang, antibodi akan mengalami penurunan
Antibodi dari vaksin memang dapat turun. Tidak harus 4-6 bulan, bahkan dalam 2 bulan saja itu bisa terjadi. Kenapa bisa begitu? Seiring bahan vaksin hilang, effector akan mengalami degradasi dan antibodi pun akan habis secara perlahan. Namun, ini merupakan hal yang lumrah.
“Coba bayangkan, kalau antibodi bertahan terus dalam jangka panjang pada tubuh kita, apa yang akan terjadi? Setiap ada trauma, infeksi, atau apa pun, antibodi terus terbentuk. Seberapa kental darah kita nanti?” ujar Dr. Andani.
Namun, jika terinfeksi oleh virus atau bakteri yang sebenarnya dan antibodi sudah habis, maka sel memori memainkan perannya. Seperti namanya, sel ini mengingat komponen yang diperkenalkan APC.
Sel memori merespons invasi virus dan bakteri dengan memicu sel B untuk memproduksi antibodi lebih banyak dan cepat, dan memicu sel T juga untuk menghasilkan respons sel yang lebih cepat dan kuat.
Kinerja sel memori yang kadang mengecoh
Ini karena sel memori tidak berfungsi dengan baik, terutama jika seseorang terinfeksi virus varian baru.
“Seperti contoh, Sinovac menggunakan inactivated virus yang muncul di Wuhan pada akhir 2019. Namun, saat terinfeksi dari B.1.617.2 atau Delta yang muncul di India pada akhir 2020, maka virusnya berbeda lagi,” jelas Dr. Andani. Sakong
Apakah mutasi ini terkait dengan vaksin? Pada dasarnya tidak, karena virus bermutasi secara alamiah. Berbeda dengan virus berbasis DNA, virus RNA seperti SARS-CoV-2 hanya memiliki nukleotida 1 untai, sehingga saat berubah, maka asam aminonya pun berubah. Perubahan ini juga memutasi virus menjadi lebih ganas atau sebaliknya, lebih lemah.
Untungnya, dari infeksi tersebut, muncul sel memori baru terhadap virus atau bakteri baru tersebut. Dari contoh SARS-CoV-2 tipe primer di Wuhan dan Delta, Dr. Andani mengatakan bahwa sistem imun memiliki memori terhadap keduanya. Alhasil, tingkat keparahan infeksi COVID-19 dan varian-variannya menjadi tidak terlalu parah.
Namun, kemungkinan besar, Dr. Andani memprakirakan pembentukan memori imun yang komplet butuh 3-5 varian virus lagi.
Mengapa kita perlu suntikan booster?
“Supaya sel memori kita bisa lebih kuat,” jawab Dr. Andani.
Dengan dosis booster, sel B dapat memproduksi antibodi lebih banyak dan lebih cepat, sementara sel T bisa menghasilkan respons sel yang lebih kuat serta andal.
Akan tetapi, ia pun mengingatkan bahwa booster harus dengan vaksin yang platformnya sama, jangan menggunakan vaksin yang berbeda. Ini karena variasi vaksin biasanya menggunakan bahan dasar vaksin atau platform yang cenderung berbeda.
Mengapa booster harus sama?
Doktor Andani memberi contoh vaksin difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) serta hepatitis.
Konsep imunisasi adalah bagaimana tubuh bersiap menghadapi invasi virus atau bakteri. Ini pun tergantung dari jenis bakteri atau virus. Jika bakteri atau virus banyak di dalam sel, maka antibodi tidak ada gunanya karena tidak dapat bekerja. Capsa Susun
Daripada memikirkan booster, lebih baik vaksinasi daripada tidak sama sekali
Doktor Andani menyarankan untuk tidak ragu terhadap berbagai vaksin yang tersedia, baik Sinovac hingga Pfizer-BioNTech. Mengutip berbagai data, semua vaksin ampuh dan rata-rata memiliki daya proteksi terhadap risiko infeksi meski tidak 100 persen.
“Satu hal yang [berkurang] signifikan adalah risiko rawat inap, risiko masuk ruang intensif, hingga risiko kematian akibat COVID-19. Ini jauh lebih bagus pada mereka yang menerima vaksin daripada yang tidak sama sekali,” tandas Dr. Andani.
BACA JUGA : Khasiat Bercinta Dengan Pasangan Yang Lebih Muda