TaipanQQ Lounge – era digital seperti sekarang, media sosial telah menjadi panggung utama bagi banyak orang untuk menampilkan kehidupannya. Setiap sudut kehidupan diabadikan dalam bentuk foto, video, atau tulisan yang dikemas dengan estetika terbaik. Namun, Sahabat Fimela, apakah semua yang tampak mengilap di layar itu benar-benar mencerminkan kebahagiaan? Sering Flexing Medsos tapi Hidupnya Tidak Bahagia
Ada fenomena yang semakin sering kita jumpai, yakni flexing—pamer pencapaian, gaya hidup mewah, atau kebahagiaan yang tampak sempurna di media sosial. Tak jarang, mereka yang paling sering flexing justru menyimpan kegelisahan dalam hidupnya. Bukannya menikmati momen dengan tulus, mereka malah terjebak dalam siklus pencitraan yang melelahkan.
Sering Flexing Medsos tapi Hidupnya Tidak Bahagia
Lebih Fokus pada Tampilan daripada Kenyataan
orang yang sering flexing di media sosial cenderung lebih peduli dengan bagaimana dirinya terlihat dibandingkan bagaimana dirinya sebenarnya. Mereka rela menghabiskan waktu lama untuk mengatur sudut pengambilan gambar yang sempurna, memilih filter terbaik, dan memastikan setiap unggahan tampak tanpa cela. Namun, di balik layar, sering kali ada perasaan kosong yang menyelinap karena kebahagiaan mereka lebih bersandar pada validasi orang lain daripada pada kepuasan batin.
Ironisnya, saat kamera mati dan layar ponsel tertutup, hidup mereka mungkin jauh dari kesempurnaan yang mereka tampilkan. Mereka bisa saja menghadapi tekanan finansial akibat memaksakan gaya hidup mewah yang sebenarnya tidak mampu mereka jalani. Atau, mereka merasakan kelelahan emosional karena terus-menerus menciptakan versi terbaik dari diri mereka yang belum tentu nyata.
Mengunggah Hal Mewah tapi Tidak Pernah Tampak Santai
mungkin pernah melihat seseorang yang sering membagikan foto makanan mahal, liburan mewah, atau barang-barang bermerek. Namun, jika diperhatikan, unggahan mereka lebih menekankan simbol status daripada kebahagiaan yang sebenarnya. Bukannya menikmati suasana liburan atau menikmati hidangan dengan santai, mereka malah sibuk mengambil foto dari berbagai sudut agar tampak mengesankan.
Membutuhkan Pengakuan untuk Merasa Berharga
Salah satu tanda yang paling jelas dari orang yang sering flexing tetapi tidak bahagia adalah ketergantungan mereka pada validasi eksternal. Setiap unggahan mereka seolah-olah menjadi alat ukur seberapa berharga diri mereka di mata orang lain. Jumlah like, komentar, atau pujian menjadi sumber kepuasan mereka, bahkan lebih dari pengalaman itu sendiri
Mereka mungkin merasa gelisah jika unggahan mereka tidak mendapatkan respons sebanyak yang diharapkan. Bahkan, ada yang rela menghapus unggahan dan mengunggah ulang di waktu berbeda hanya untuk mendapatkan lebih banyak perhatian. Ini menunjukkan bahwa kebahagiaan mereka tidak berasal dari dalam diri, melainkan dari pengakuan orang lain.
Menghindari Topik Kehidupan Pribadi yang Nyata
Orang yang bahagia tidak memiliki masalah untuk berbicara tentang kehidupan mereka dengan jujur. Mereka dapat berbagi cerita tentang keberhasilan maupun tantangan yang mereka hadapi. Sebaliknya, orang yang terlalu sering flexing cenderung menghindari pembicaraan tentang kehidupan pribadinya yang sebenarnya.
mungkin pernah menemui seseorang yang hanya berbicara tentang hal-hal glamor dan tampak sukses, tetapi ketika ditanya tentang perjuangan atau tantangan yang mereka hadapi, mereka menghindar. Ini bisa menjadi tanda bahwa mereka ingin menciptakan citra tertentu yang tidak mencerminkan kehidupan mereka secara utuh.