TaipanQQ Lounge – Alasan Ilmiah Konsumsi Gula Berlebihan Tingkatkan Risiko Depresi
Kamu merasa sering lelah, hopeless, dan kehilangan minat pada hal-hal yang tadinya kamu sukai? Jika iya, ada kemungkinan kamu mengalami depresi.
Depresi adalah penyakit medis umum dan serius yang berdampak negatif terhadap perasaan, cara berpikir, dan tindakan. Depresi menyebabkan perasaan sedih dan/atau kehilangan minat pada aktivitas yang dulu kamu sukai. Ini dapat menyebabkan berbagai masalah emosional dan fisik dan dapat menurunkan kemampuan seseorang untuk berfungsi di tempat kerja dan di rumah.
Ada banyak gagasan tentang penyebab depresi. Penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan besar tidak ada satu penyebab tunggal. Penyebab depresi juga bisa bervariasi pada setiap orang. Bagi sebagian orang, kombinasi beberapa faktor menyebabkan depresi. Atau, bisa saja seseorang mengalami depresi tanpa penyebab yang jelas.
Kemungkinan penyebab depresi meliputi pengalaman masa kecil, peristiwa kehidupan, gaya berpikir, masalah kesehatan mental lainnya, masalah finansial, riwayat keluarga, pengobatan, narkoba dan alkohol, serta pola tidur, pola makan, dan olahraga.
Dari pola makan, sudah menjadi rahasia umum kalau mengonsumsi banyak gula tidak baik untuk kesehatan. Ini bisa menyebabkan atau memperburuk kondisi seperti penyakit jantung dan diabetes. Selain itu, ternyata mengonsumsi gula dalam jumlah besar juga dapat membuat kamu berisiko terkena gangguan mental seperti depresi, di lansir WebMD.
Berikut ini beberapa alasan ilmiah konsumsi gula berlebihan bisa meningkatkan risiko depresi.
Terlalu banyak konsumsi gula menyebabkan disregulasi sumbu HPA
Salah satu alasan kuat mengapa konsumsi berlebihan gula dapat memicu depresi adalah melalui disregulasi sumbu hipotalamus pituitari adrenal (HPA). Sumbu HPA ini adalah sistem dalam otak dan tubuh yang mengatur respons terhadap stres dan suasana hati, termasuk perasaan sedih dan depresi.
Studi menyatakan bahwa konsumsi gula dalam jumlah besar dapat mengganggu fungsi sumbu HPA, membuat sistem regulasi stres di tubuh kita menjadi terganggu (Frontiers in Public Health, 2023). Akibatnya, kita menjadi lebih rentan terhadap perubahan suasana hati yang negatif dan gejala depresi.
Terjadinya proses neuroadaptasi
Martabak manis, cake, dan permen memang menggiurkan dan sering kali di anggap sebagai coping untuk stres. Namun, kenapa kita malah tambah sedih dan energi menjadi turun setelah mengonsumsi makanan manis? Ternyata, ini ada alasannya.
Studi menyebutkan bahwa saat terlalu banyak makan manis, dalam otak terjadi proses neuroadaptasi (Frontiers in Public Health, 2023). Proses neuroadaptasi terjadi di area-area penting otak, seperti hipokampus, korteks prefrontal, dan amigdala. Ketika mengonsumsi gula dalam jumlah berlebihan, otak mengalami perubahan dalam aktivitas dan struktur area-area ini.
Proses neuroadaptasi sebagian besar berdampak pada bagian otak yang mengatur suasana hati, kemampuan berpikir, dan reaksi terhadap stres. Ketika terjadi perubahan dalam area ini, kita dapat menjadi lebih rentan terhadap perasaan sedih, kecemasan, dan gejala depresi.
Kosumsi gula berlebihan memengaruhi neurotransmiter
Soda dan cake setelah hari yang berat memang nikmat. Namun, ini bisa menyebabkan mood yang sudah buruk malah makin menjadi-jadi.
Salah satu alasannya adalah karena pengaruhnya pada neurotransmiter dalam otak. Neurotransmiter adalah zat kimia dalam otak yang memainkan peran penting dalam mengatur suasana hati dan emosi.
Salah satu neurotransmiter ini adalah dopamin, yang sering di kaitkan dengan perasaan senang. Namun, menurut penelitian, konsumsi gula tingkat tinggi bisa menyebabkan penurunan kadar dopamin dalam otak (Neuroscience & Biobehavioral Reviews, 2019). Hal ini dapat berkontribusi pada gejala depresi. Akibatnya, kita bisa merasa sedih, lelah, kehilangan minat, dan stres berkepanjangan.
Terjadinya inflamasi
Sering kali saat mood memburuk dan bersedih, kita melarikan diri ke makanan atau minuman manis. Apa kamu seperti ini? Kalau iya, segera hentikan!
Menurut studi, konsumsi gula dalam jumlah banyak dapat meningkatkan ekspresi gen inflamasi dan meningkatkan kadar faktor inflamasi seperti sitokin pro inflamasi. Sitokin pro inflamasi ini adalah molekul dalam tubuh yang dapat memicu peradangan, dan kondisi pro inflamasi ini telah terkait dengan gejala depresi (Frontiers in Public Health, 2023).
Ketika tubuh berada dalam keadaan meradang, respons terhadap stres menjadi terganggu. Kualitas tidur memburuk, suasana hati pun bisa drop. Akibatnya, bisa terjadi burnout, kelelahan terus-menerus, energi menurun, masalah tidur, dan perubahan nafsu makan. Faktor-faktor tersebut yang berkontribusi pada pengembangan gejala depresi dan menyebabkannya memburuk.
Menimbulkan efek resistansi insulin pada otak
Otak adalah pusat pengaturan yang penting untuk suasana hati dan perasaan. Penelitian menjelaskan bahwa konsumsi gula berlebihan dapat menyebabkan resistansi insulin pada otak, yang berarti otak tidak merespons insulin dengan baik (Frontiers in Public Health, 2023).
Kondisi resistansi insulin pada otak ini mengganggu penggunaan glukosa dan energi oleh otak. Akibatnya, terjadi gejala depresi seperti perubahan mood, energi yang rendah, dan masalah kognitif.
Ketika resistansi insulin terjadi pada otak, itu dapat mengganggu proses penting untuk menjaga suasana hati yang seimbang. Gejala depresi seperti kelesuan, kecemasan, dan perasaan sedih dapat muncul ketika otak tidak menerima cukup glukosa dan energi yang di butuhkannya.
Nggak nyangka, kan, ternyata makanan dan minuman manis yang sering di anggap sebagai penyelamat mood buruk malah bisa memperparah dan menyebabkan depresi? Jadi, batasi konsumsinya. Pasalnya, bukan cuma bisa meningkatkan risiko depresi, tetapi konsumsi gula secara berlebihan juga sudah terbukti dapat menaikkan risiko berbagai penyakit lain lainnya.
BACA JUGA : Manfaat Saat Melakukan Me Time, Jadi Refleksi Diri